Mahasiswa Bukan Kuda Kekuasaan

Mahasiswa Bukan Kuda Kekuasaan

Rabu, 05 Februari 2014
Demokrasi di Indonesia muncul pada dasarnya karena keinginan masyarakat Indonesia yang menginginkan kemudahan mengakses kepentingan lebih mudah dengan stakeholder yang berkuasa. Tidak seperti zaman orde baru yang untuk bersuara sedikit saja tidaklah semudah saat ini. Sehingga suara kita bisa berpengaruh terhadap pemerintahan dan pemerintahan pun tidak akan sewenang-wenang dalam 'bermain'. Namun sepertinya demokrasi di Indonesia sudah melangkahi transparansi dan batasan-batasan tertentu. Bisa dikatakan sistem demokrasi sudah 'telanjang'. Karena kemudahan-kemudahan bersuara, maka terkadang kita malah seenaknya berbicara di depan publik tanpa rasa malu. Itulah salah satu dampak buruk nya sistem demokrasi yang sudah mengalami revolusi ini. Walaupun pada dasarnya negara-negara maju itu dicirikan dengan sudahnya menerapkan sistem demokrasi di Negaranya.

Berbicara demokrasi lebih lanjut, tahun 2014 tidak bisa kita menghindar bahwasannya tahun ini adalah tahun politik. Tahunnya pesta demokrasi yang menentukan nasib kita bangsa Indonesia untuk 5 tahun ke depan. 5 menit di bilik suara menentukan 5 tahun nasib bangsa kita Indonesia. Untuk itu hendaknya kita jangan sampai memilih pemimpin bangsa yang salah, 1 suara kita sangat berpengaruh. Jangan sampai kita memilih pemimpin hanya dengan melihat iklan-iklan di televisi dan spanduk-spanduk yang bertebaran luas di jalanan. Kita hendaknya harus mengetahui karakter calon pemimpin bangsa sebelum kita memilihnya. Karena terkadang kita sulit membedakan antara yang tulus dan yang modus. Ibarat kata Buk Megawati, "siapa yang wira-wiri (baca: muncul ke permukaan) itulah yang sibuk nyalon jadi presiden". Statement beliau sudah jelas menyindir, siapa yang pencitraan lah yang akan mencalonkan diri menjadi presiden. Nah ini, kita terkadang tertipu dengan pencitraan menjelang pemilihan pemimpin bangsa, tiba-tiba menjadi baik, tiba-tiba namanya terdengar dan muncul ke permukaan.

Pemilu merupakan ajang pesta demokrasi dilakukan untuk memilih para wakil rakyat. Mereka adalah perwakilan masyarakat yang duduk di parlemen. Karena itu, diharapkan juga agar memilih wakil rakyat dapat mewakili suara rakyat. Sebagai mahasiswa hendaknya kita menyikapi kritis terhadap perkembangan bangsa kita ini. Tidak hanya diam, dan malah memilih golput. Itu adalah tindakan yang salah, golput bukan menyelesaikan masalah. Itu adalah sikap pengecut yang lari dari masalah. Sebagai mahasiswa kita juga jangan sampai dijadikan "Kuda Kekuasaan" yang dengan mudahnya ditunggangi kepentingan-kepentingan politik tertentu. Hendaknya sebagai mahasiswa kita tidak melibatkan diri dalam kegiatan-kegiatan politik praktis yang dilakukan untuk memenangkan salah satu partai politik, karena sebenarnya ini akan merugikan diri sendiri. Menjelang pemilu ini, banyak sekali mahasiswa yang dijadikan sasaran empuk politik praktis para politikus. Terkhususnya mereka (mahasiswa) yang memiliki jabatan-jabatan penting di organisasi kampusnya. Karena mereka dianggap sebagai mahasiswa bukan biasa.

Para aktivis kampus banyak yang ditunggangi kepentingan para caleg dan calon pemimpin bangsa untuk memuluskan niatnya berkuasa. Tapi tidak sedikit dari para aktivis yang masih memegang teguh idealisme nya untuk tidak terpengaruh oleh politik praktis tersebut. Karena mereka sadar, independensi mahasiswa harus tetap dijaga. Mahasiswa adalah agen perubahan, agen kontrol sosial yang independen dan tidak terikat oleh partai politik manapun. Tapi itu semua kembali kepada individu masing-masing, masihkan anda idealis?



Jon Budi Prayogo
HmI Komisariat Faperika Universitas Riau

Sudah diterbitkan di Koran Haluan Riau Edisi Senin, 10 Februari 2014

0 komentar:

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( =))


kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan, bagi yang tidak punya blog pilih aja Name/URL, isi name dengan nama anda dan URL kosongkan saja.


.